Akhir-akhir ini banyak sekali orang sedang kehilangan arah. New Normal memaksa kita untuk memikirkan kembali strategi jalan hidup yang kita jalani; mulai dari gaya hidup, sistem pendidikan, bahkan model pekerjaan yang membuat kita aman untuk menyambung hidup. Tapi manusia adalah manusia, kita bisa gegabah kapan saja tanpa kita sadari; dan ini adalah reminder terhadap semua orang menghadapi masalah ini: Jangan tergoda oleh arus monopoli uang.

Belajar dari beberapa sumber, aku bisa mengerti, bagaimana uang dibuat dan dikendalian. Tentu pemerintah tidak gegabah mencetak uang banyak-banyak agar inflasi tidak terjadi. Namun hal tersebut juga tidak dapat dicegah. Kenapa demikian? Karena setiap orang bisa berhutang pada bank sebanyak mereka sanggup. Mari kita kaji sejenak, bagaimana bila bank tersebut kehabisan uang?

Solusinya gampang, bank bisa hutang kepada bank sentral negara kapanpun mereka mau, dengan catatan bahwa hutang tersebut berasal dari klien mereka sendiri. Bagaimana bila bank sentral kehabisan uang? Ngutang negara lain? Tentu tidak mungkin, karena bank tersebut merupakan kunci aset negara, tidak boleh menjadi miskin; alhasil dinegara manapun kau hidup, bank sentral punya kendali bagaimana mata uang beredar, dan mendapatkan otoritas untuk mencetak uang baru kapanpun mereka butuhkan, dengan catatan hutang tersebut berasal dari netizen negara tersebut sendiri. Karena netizen itulah yang nantinya membayar “hutang” mereka sendiri.

Kalau situasinya seperti itu? Apakah nantinya juga berakibat inflasi pada negara tersebut? Tentu saja inflasi itu tetap terjadi, lagipula semakin banyak orang ngutang pada bank, mau tidak mau jumlah mata uang beredar pun ikut bertambah, menambah masalah pada kesehatan keuangan negara. Tapi negara tidak peduli berapa banyak inflasi yang terjadi tiap tahunnya, negara hanya peduli bahwa rakyat mereka tetap mau bekerja dan memutar uang, bagaimana pun resikonya.

Tradisi Masyarakat

Jangankan melirik perbankan. Kita sebagai masyarakat biasa pun dapat “membuat” uang kita sendiri. Caranya? tentu melalui hutang. Kau boleh tidak percaya padaku, tapi utang piutang adalah cara ajaib untuk menambahkan kekayaan. Hutang terjadi, baik karena orang itu terdesak, atau karena mereka butuh modal untuk bisnis baru. Apakah mereka berhutang karena mereka suka mencari masalah? Tentu tidak. Dan orang yang meminjamkan mau memberikan uang mereka, karena mereka diberikan cek/nota berisi “janji” atau “harapan” bahwa uang mereka (yang tidak digunakan) akan kembali, baik dengan jumlah yang sama atau lebih, sebagai ganti mereka “memberikan” uang tersebut kepada orang lain.

Jadi apabila kamu melihat orang yang banyak hutang, jangan heran juga, mereka bak seperti membeli kekayaan dengan “janji” dan “harapan” pada banyak orang, dan mereka sukses melakukannya. Mereka orang-orang yang sukses bisnisnya pun dulunya pasti mengikuti jalan yang sama, punya banyak sekali hutang, bukan karena mereka suka mencari masalah, namun mereka melihat potensi bisnis mereka yang dapat memutar modal menjadi keuntungan, sekali lagi berdasarkan pada “janji” dan “harapan” yang mereka berani pertaruhkan.

Hutang sebagai Bisnis

Jadi jangan kaget, apabila banyak sekali organisasi/instansi yang menjual modal sebagai bisnis utama mereka. Sebut salah satunya Cicilan. Jika kau pikir lebih dalam, cicilan pun konsep nya sama seperti hutang, dan dimana-mana layanan cicilan itu pasti ada bunganya. Apakah hal tersebut dianggap “riba”? Bagiku itu sangat konyol, karena bunga merupakan bagian dari bisnis. Sama seperti perbankan yang menerapkan bunga buat klien yang pinjam duit. Kalau tidak ada bunga, tidak ada instansi bisnis yang mau menjual cicilan dan pinjam meminjam.

Tidak cuma cicilan, sekarang banyak sekali sistem uang yang menerapkan hutang menjadi naik level, sampai member mereka gak merasakan kalau mereka sebenarnya terlibat dengan hutang, contohnya saja beberapa seperti Kredit online dan Arisan online. Ada juga hutang yang dibaur dengan bisnis jual-menjual produk atau aset, seperti dealer untuk properti berat seperti motor, mobil, rumah atau reseller untuk properti ringan seperti snack, aksesoris dan produk kecantikan.

Bisnis-bisnis seperti itu masih gampang dicerna, namun orang-orang jaman sekarang sudah sangat pintar bahkan bermain “hutang” dalam bentuk aset, yang harganya rawan naik turun sesuai musim, seperti properti, emas, saham, forex bahkan cryptocurrency. Bagaimana nilai jual-beli (trading) tersebut berubah dan siapa yang punya wewenang itu ialah diluar pengetahuanku dan topik artikel ini.

Kesimpulannya, semua bisnis yang aku sebutkan diatas, intinya sama. Mereka semua berharap mendapatkan keuntungan dari bisnis yang mereka dalami, atau lebih keren lagi, mengajak orang berbisnis berdasarkan konsep gotong royong dan win-win solution. Dinamika inilah yang membuat orang menjadi berharap, apalagi setelah kita tahu bahwa teman atau relasi terdekat kita yang awalnya bukan siapa-siapa bisa sukses dadakan, karena sekali lagi, bisnis adalah soal hutang dan putar memutar uang, dan hutang berpotensi membuat uang baru, baik kamu sadari secara langsung maupun tidak.

Jangan Tergoda

Memikirkan uang memang menarik, dan dinamika uang terbukti membantu banyak orang membangun harapan bahwa, semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk bekerja, saling memenuhi kebutuhan, bahkan membangun rasa aman melalui kepemilikan aset yang tidak terbayang sebelumnya.

Namun satu hal yang membuat aku prihatin ialah, hal ini menghancurkan inovasi dan bakat yang ada dalam setiap insan manusia yang terlibat. Jika semua orang berusaha memperkaya diri melalui putaran uang, siapa yang nantinya akan melipat gandakan uang tersebut melalui inovasi, skill dan kerja keras? Menjadi orang yang pintar memutar uang itu penting, namun skill dan kerja keras kita terhadap inovasi itulah yang membuat peradaban manusia lebih maju, langkah demi selangkah.

Aku tidak berniat menyalahkan orang yang suka memutar uang, justru buat kalian yang tidak percaya dengan bakat kalian, sedang krisis atau membutuhkan suntikan uang, merasa hidup akan jauh lebih mudah jika punya modal, silahkan bereksperimen dengan bisnis hutang dan memutar uang.

Namun itu tidak untukku, meski aku juga butuh uang, dan aku melihat potensi memperkaya diri melalui bisnis itu, aku merasa tujuan hidup dan bakatku akan sia sia. Lagipula aku merasa aku tidak pantas untuk menjadi orang kaya apabila aku berkontribusi nol terhadap inovasi bangsa dan negara, atau belum memberikan dampak positif yang besar melalui bakat yang Tuhan berikan selama ini.

If all my life is working for enriching my self in money, I lose faith in humanity

Jika anda merasa bisa memberikan dampak positif melalui bakat anda, jangan sampai putus asa dan tergoda oleh monopoli uang. Sekian.