Laptop Debunking Myth
Sudah 3 minggu yang lalu laptopku rusak karena hal yang super sepele. Kau tahu, semenjak itu aku lebih berhati-hati memilih laptop mana yang akan aku gunakan selanjutnya? Aku menerima banyak saran belakangan ini; maka dari itu akan coba merangkumnya, mudah-mudahan berguna juga buat kalian yang ingin cari tahu rekomendasi laptop atau upgrade yang tepat.
Artikel ini urut dari pertanyaan yang umum hingga sangat teknis, dan sudah aku sempatkan untuk memberikan banyak referensi luar biar kamu nggak tersesat atau dapat mencari tahu sendiri info lebih jelasnya.
Mengapa Pilih Laptop daripada Komputer?
Untuk aku yang masih mahasiswa, aku butuh laptop. Lagipula, juga suka kerja berpindah-pindah tempat (laboratorium, cafe, dsb) dan aku berencana setelah kuliah S1 untuk lanjut ke S2. Jadi mau punya Komputer? Sepertinya bukan opsi yang cocok untukku.
Berapa Spek Minimal yang Bagus untuk Budget X?
Ini adalah pertanyaan yang sangat umum. Kalau memang budgetnya press banget, aku sarankan cari laptop yang upgradable, yang slot RAM atau SSD nya tidak disolder, serta prosesor yang generasinya tidak terlalu lama (laptop rilisan 2015 keatas, karena Windows 10 rilis disekitar tahun itu). Terakhir, kalau bisa, yang sudah berisi Windows 10 (semua laptop dari ASUS sudah begitu).
Kenapa upgradable itu penting? Bolehlah mungkin sekarang kamu hanya punya budget yang press, tapi bagaimana kalau tahun depan ingin menambah spek lagi? Bagaimana kalau spek dari pabrik yang sudah kamu beli sudah tidak cepat lagi? Jadi belilah laptop yang upgradable, yang punya slot RAM tambahan, atau punya DVD-ROM, atau lebih bagus lagi, punya slot M.2. Menurut pengamatanku, laptop yang upgradable untuk harga yang terjangkau biasanya ada di produk-produk laptop Jepang (HP, Dell, Toshiba, Fujitsu, dsb.)
Untuk tahun 2020 ini, jika ingin beli laptop, usahakan cari yang range 4 jutaan keatas. Dengan budget tersebut kebanyakan laptop sudah memiliki kapatitas RAM 4 GB dan HDD 1 TB, dan CPU yang cukup buat keperluan ringan.
Untuk rincian speknya, baca terus sampai selesai.
Apakah Lebih Baik Upgrade Nanti atau Sekalian Beli Spek Besar?
Tergantung dari budget. Misalkan, untuk menikmati Laptop dengan RAM 8 GB, setidaknya menyiapkan budget paling rendah 6 juta; padahal anda juga dapat membeli Laptop range 4 jutaan lalu menambah stik RAM 4 GB seharga setengah juta (DDR4) untuk di upgrade.
Namun, ingat bahwa tidak semua laptop bisa bekerja optimal jika diupgrade terlalu tinggi. Maksudku, apakah masih masuk akal jika mempunyai CPU yang speknya rendah namun kapasitas RAM-nya sangat tinggi? maka dari itu, jika kamu punya budget lebih, alangkah lebih baik cari aman saja dengan mencari spek yang sekalian tinggi.
Ini juga berlaku buat beberapa spek laptop yang “aneh”; Misalnya, untuk beberapa model laptop yang mempunyai RAM 8 GB dengan harga 4 jutaan, apakah itu masuk akal? Menurutku tidak, karena seolah-olah seperti “spek tinggi yang dipaksa”. Bisa saja itu harga basenya 3 jutaan hanya setelah itu diupgrade RAM-nya, dengan kata lain pasti ada komponen lain yang “disunat” jika dibandingkan dengan sesama laptop 4 jutaan, bisa saja dari prosesor atau kapasitas storage nya.
Manakah yang Lebih Penting untuk Upgrade? RAM atau SSD?
Selalu SSD.
Karena dari segi kecepatan sudah beda jauh: HDD sekitar 80-120 MB/s sedangkan SSD (SATA) sekitar 200-600 MB/s. Apakah komputer nanti lambat meski dengan RAM tipis? Sepertinya tidak, karena Windows dari zaman XP sudah menerapkann Virtual Memori, yakni apabila Windows tidak cukup ruang memori, maka windows mengalokasikan memori tersebut kepada storage (HDD/SSD).
Jangan kira RAM 4 GB itu cukup, bahkan untuk cold boot atau penggunaan ringan, Windows butuh setidaknya 12 GB memori untuk berjalan. Jadi secepat dan sebesar apapun RAM anda, bakal turun juga performanya, gara-gara kecepatan Virtual Memori yang sangat rendah.
Apabila Windows-mu masih memakai HDD, sebisanya upgrade ke SSD. Tapi kalau kamu masih ragu-ragu, tidak apa-apa juga, masih ada banyak Youtuber yang bisa menjelaskan lebih dalam tentang SSD:
Tapi aku tetap butuh RAM Tambahan. Apa Resikonya?
Pertama, Beberapa Motherboard sudah mensolder RAM mereka jadi satu. Kedua, kamu tidak bisa memasukkan Memori DDR4 kedalam slot DDR3 dan sebaliknya. Jadi kamu harus cek dulu slot tipe DDR laptop sebelum membeli RAM.
Ketiga, ada kerugian tersendiri apabila 2 RAM terpasang namun berbeda spesifikasi baik itu kapasitas, rating voltase, ataupun kecepatan RAM – yakni dapat membuat performa RAM menurun atau apabila prosesor tidak mendukung kombinasi RAM yang digunakan, membuat laptop jadi tidak mau menyala. Jadi teliti lagi sebelum membeli RAM, usahakan mencari spesifikasi RAM yang sama dan sudah tahu bahwa kombinasi RAM yang akan dipasang benar-benar bisa diterima oleh prosesor.
Apa keuntungan SSD dibanding HDD?
Banyak, tapi yang paling aku sukai dari SSD adalah performa dan ketahanannya. Berbeda dengan HDD, SSD tidak menggunakan piringan untuk menyimpan data, melainkan menggunakan flash memory mirip seperti Flashdisk. Dan karena di SSD tidak memakai piringan, SSD mempunyai konsumsi daya yang rendah, tidak menghasilkan suara berisik dan tidak cepat panas dibandingkan HDD; lagipula HDD juga lebih rentan piringannya pecah atau rusak apabila terkena medan magnet atau guncangan yang cukup keras; problem seperti itu tidak ada dalam SSD.
Namun tetap, HDD masih punya keunggulan tersendiri, misal untuk backup data, karena HDD lebih murah dan mempunyai kapasitas yang lebih tinggi. Kebanyakan HDD suatu saat akan gagal karena masalah dalam sistem mekaniknya, namun SSD akan gagal apabila digunakan terlalu sering, standar penggunaan untuk HDD berkisar 5 tahun sedangkan SSD 3 tahun untuk penggunaan normal.
Bukankah kalau upgrade SSD berarti mengangkat HDD lama?
Tidak selalu. Buat laptop yang ada DVD-ROM nya, DVD-ROM itu bisa diangkat diganti dengan Caddy yang bisa dibuat menampung HDD lama. Dengan demikian, kamu bisa gunakan SSD tersebut untuk mengisi partisi Windows yang menggunakan HDD lama untuk menyimpan data. Untuk cara memasang SSD dan migrasi partisi Windows ke SSD, kamu bisa gugel banyak tutorial di YouTube.
Untuk beberapa model laptop, biasanya yang tipis diharga 5 jutaan keatas, mempunyai slot M.2 (SATA). Slot ini bisa diisi dengan SSD M.2 yang berbentuk chip panjang seperti RAM. SSD M.2 (SATA) cenderung lebih mahal daripada versi regular 2.5” karena bentuknya yang tipis. Buat kalian yang laptopnya punya slot M.2, sangat aku anjurkan untuk beli SSD varian M.2 dibandingkan varian SATA 2.5”, kalo budgetnya tidak ada, bolehlah nabung-nabung sebentar.
Selain slot 2.5” SATA dan M.2 SATA, ada lagi slot mSATA, hanya saja lebih jarang dijumpai. Intinya, semua slot tersebut mempunyai jenis koneksi yang sama, yakni SATA, dan nama kerennya untuk perbedaan jenis-jenis colokan SSD ini disebut Form Factor dalam SSD.
Apakah ada hal yang perlu diperhatikan sebelum membeli SSD?
Ya, beberapa SSD ada yang memakai DRAM Cache dan ada beberapa yang tidak (dengan kata lain, DRAM-Less), keduanya mempunyai harga yang mirip-mirip meski DRAM-Less cenderung lebih murah. Namun jangan tertipu, kedua tipe SSD tersebut mempunyai tujuan kegunaan yang jauh berbeda. Kamu bisa lihat di YouTube bagaimana DRAM-Less bisa berbeda dengan SSD mainstream; namun yang jelas, SSD ber-DRAM mempunyai keunggulan dengan kecepatan di Random Read/Write, jauh lebih cepat (5-10 kali) dibanding DRAM-Less, cenderung mempunyai rating TBW yang lebih tinggi terbantu oleh Dynamic Wear Leveling dari DRAM.
Waw! Untuk harga yang beda tipis (sekitar 100 ribu), SSD ber-DRAM memang menggungguli performa daripada SSD tanpa DRAM. Jadi kenapa DRAM-Less masih popular? Jawabannya ialah di model NAND flashnya. Jika kamu teliti, SSD mempunyai model SLC, MLC, TLC hingga QLC yang secara urut berarti 1, 2, 3 dan 4 bit per cell. Dikutip dari hasil gugel, mempunyai lebih banyak bit per cell berarti harga-per-Giga yang lebih murah, namun dengan resiko wear-out yang tinggi dan write speed yang lebih lama.
Dalam kasus SSD ber-DRAM, seperti Patriot Burst, biasanya bermodel TLC (atau QLC), karena dengan menggunakan DRAM, harga SSD tersebut sudah cukup tinggi, sehingga masuk akal apabila menggunakan model 3 (atau 4) bit per cell. Sedangkan untuk SSD tanpa DRAM seperti WD Green atau SanDisk SSD Plus, harganya akan lebih murah, sehingga masuk akal apabila diisi dengan model SLC atau 1 bit per cell; Karena kecepatan SLC yang cukup tinggi, sering kali kita akan menjupai kata SLC Cache, yakni istilah marketing bahwa SSD tersebut menggunakan model SLC atau 1 bit per cell.
Jadi apabila SSD DRAM menggunakan TLC sedangkan SSD tanpa DRAM menggunakan SLC, manakah yang lebih awet? Jawabannya adalah pada penggunaannya: Secara ideal, SSD DRAM sebaiknya digunakan untuk tempat Boot atau Windows, sedangkan file-file pribadi ditempatkan pada SSD DRAM-Less.
Kenapa aku percaya demikian? karena Windows pasti mengandalkan kecepatan Random Read/Write, apalagi untuk keperluan Virtual Memori. Sedangkan untuk File Pribadi, kamu tak perlu random RW speed atau rasio TBW yang tinggi, justru kau membutuhkan SSD yang lebih durable, lebih terjangkau, berkapasitas besar, dan lebih hemat daya. Fitur-fitur itulah hanya ada di SSD tanpa DRAM. Lagipula, secara kecepatan Sequential Read/Write, kedua SSD sama cepatnya (sekitar 550 MB/s atau 6 Gbit/s).
Bagaimana dengan SSD berkapasitas besar? Disinilah teknologi 3D NAND unggul. 3D NAND menggunakan SLC (1 bit per cell) namun memanfaatkan tempat secara vertikal, alhasil harga-per-giga yang ditawarkan jauh lebih rendah daripada SSD mainstream lainnya. Beberapa SSD ber 3D NAND adalah Samsung EVO, WD Blue dan Adata Ultimate. Jika kamu teliti, SSD 3D NAND cenderung mempunyai banyak storage (512 GB keatas), TBW yang tinggi (bergaransi 5 tahun), bahkan beberapa model dilengkapi dengan DRAM. Semua benefit tersebut tentu mempunyai satu masalah yang serius, yaitu harganya pasti cukup mahal, diatas 1 juta.
Terakhir, koneksi SATA mempunyai beberapa versi, yakni SATA II dan SATA III, SATA II mempunyai kecepatan setengah dari SATA III (yang mempunyai kecepatan maks 550 MB/s atau 6 Gbit/s), jadi apabila SSD mu mempunyai kecepatan Sequential Read/Write masih sekitar 200 MB/s, kemungkinan itu karena kamu menaruh SSD mu ke Caddy / DVD-ROM (yang biasanya masih menggunakan SATA II), bukannya ke port SATA HDD; atau karena laptopmu merupakan generasi lama (namun kebanyakan laptop 2015 keatas sudah memakai SATA III pada colokan HDD-nya).
Sebelum membeli SSD ukuran M.2, teliti kembali port M.2 anda, karena ada M.2 yang menggunakan koneksi SATA dan ada yang menggunakan NVMe. MVMe adalah jenis koneksi yang jauh berbeda desainnya dengan SATA, karena berhubungan langsung dengan Prosesor melalui PCIe, memungkinkan kecepatan transfer hingga 3 GB/s! Karena kecepatan tinggi ini, biasanya hanya ada di laptop 8 jutaan keatas. Jadi buat anda yang ingin mengisi kekosongan slot M.2, jangan gegabah membeli SSD NVMe, bisa saja port M.2 anda bukan NVMe (dan begitu pula sebaliknya). SSD yang dibahas diatas semuanya ialah SSD berjenis SATA.
Bagaimana dengan CPU? Processor mana yang pas untuk X dengan budget Y?
sebenarnya, memilih CPU adalah topik yang cukup rumit untuk dibahas. Namun syarat mutlak untuk CPU adalah, jauhi laptop keluaran dibawah tahun 2015, karena ada kemungkinan bahwa CPU tersebut tidak kompatibel atau memiliki beberapa fitur yang hilang untuk menjalankan Windows 10. Aku ingat dulu jaman Intel Atom waktu tahun 2012-an, bahkan prosesor itu pun tidak mendukung DirectX 10. Sekarang Windows 10 memerlukan CPU yang support hingga DirectX 12 (istilah kerennya, WDDM 2.0), yang pastinya didukung oleh semua prosesor sejak Windows 10 muncul di tahun 2015.
Perlu diingat, untuk laptop budget apalagi yang dibawah 5 juta, CPU itu bukanlah faktor utama. Bahkan untuk Procesor Intel Pentium (rilisan 2015 keatas), sebenarnya sudah sanggup untuk menjalankan Software seberat Android Studio. Faktor utama lain pada laptop budget adalah Storage, kemudian RAM. Apabila kedua faktor tersebut sudah dicukupi, barulah kita membahas CPU mana yang cocok untuk kita.
Perlu diingat bahwa Prosesor laptop tidak seperti Komputer; Prosesor dalam laptop tidak bisa diganti. Jadi apabila ada rencana untuk upgrade komponen laptop, sangat perlu untuk menimbang-nimbang fitur Prosesor apa saja yang kamu butuhkan untuk jangka panjang. Karena, tiap Prosesor pasti memiliki limit konfigurasi tertentu, seperti berapa kapasitas thread yang tersedia, berapa maksimum GHz-nya, berapa maksimum kapasitas RAM yang dibolehkan, berapa juga konsumsi Watt-nya, dan masih banyak parameter lain yang harus kita bahas.
Jadi bagaimana memilih prosesor yang baik? Tentu semakin mahal prosesor maka semakin canggih, namun prosesor yang tinggi pun mempunyai masalah sendiri seperti penggunaan daya yang boros dan lebih cepat panas, akhirnya mau tidak mau kamu pun harus menimbang-nimbang model laptop mana yang sesuai dengan gaya penggunaan sehari-hari. Jadi, selalu ingat untuk beli prosesor sesuai kebutuhan. Dan kita akan membahasnya lebih jauh lagi di Laptop Debunking Myth: Part 2 (Buat Pro Player).