Efisiensi dan Efisiensi
Jujur, aku belum pernah merasa sebebas dan seberuntung ini, mulai dari sekarang.
Pertama-tama, aku harus berterima kasih kepada kalian semua – pembaca setia saya, keluarga, teman dan sahabatku semua, meski jika aku kenal hanya sebatas pandangan saja. Dari memahami seluk beluk kalian, masalah kalian satu-persatu. Aku paham, dan mengambil kesimpulan – bahwa aku harus banyak bersyukur kepada Tuhan.
Bersyukur atas masa laluku yang begitu kelam. Bersyukur atas masalah unik yang sedang kuhadapi. Bersyukur atas visi besar yang akan aku wujudkan di masa depan.
Percayalah, meski aku rasa aku tak perlu memikirkan nilai atau sesi dan tugas perkuliahan – tugas ku jauh lebih banyak diluar itu, dan takaran masalahnya sama, hanya berbeda level. Termasuk membantu kalian untuk memahami setiap masalah coding dalam tugas yang diberikan, itu tetap menjadi PR terberatku hingga saat ini.
Kau mungkin sudah tahu tipe-ku: Introvert dan pemalas. Namun jangan salah paham, meski aku Introvert, aku menyimpan lebih dari 300 kontak sekarang, dan story WhatsApp ku terkirim ke lebih dari sepertiganya. Dan aku pemalas, namun itu bukan berarti lari dari tanggung jawab. Aku sangat suka meng-automasi semua hal, tidak cuman sebatas coding, namun pula memanajemen lifestyle. Perlu ada suatu aturan yang membatasiku agar automasi itu berjalan lancar. Dan aku sedang menggalakkan itu besar-besaran sebagai bagian dari revolusi tahun ini.
Beberapa hari terakhir aku mengukur keseharianku sendiri, dan ada beberapa hal yang ingin aku luruskan, alias meningkatkan efisiensinya. Aku berusaha untuk tidak menentang pola yang akan aku terapkan. Simak baik-baik.
Automasi #1: Finansial
Beberapa hari yang lalu. Uang 500 ribu ludes entah kemana. Memang kebutuhanku banyak, tapi aku tak menyangka bakal secepat itu habisnya. Dari situ aku juga ingat beberapa kejadian yang lalu saat aku menarik uang dari ATM 3 kali hanya dalam hitungan hari.
Karena tidak ada yang membatasinya, aku mereview kembali pengeluaranku. Alhasil, aku mengeluarkan fatwa tuk diriku sendiri:
Bagaimanapun caranya, batas pengeluaranku harus tak lebih dari satu juta per bulan.
Jika dihitung-hitung, tiap hari bisa dijatah, 30 ribu per hari. Di breakdown menjadi 20 ribu untuk makan + kopi, dan sisa 10 ribu untuk keperluan lain. Jika total ada 30 hari, berarti ada sisa (1.000.000 - (30 * 30.000)) = 100.000 (seratus ribu), akan aku jadikan itu sebagai bonus per-minggu 20 ribu untuk keperluan lain.
Mungkin pertanyaan mu sekarang, hei! bagaimana aku bisa bertahan dengan makan hanya 20 ribu per hari? Mudah. Disini satu porsi + lauk rata-rata 8 ribu. Minum? Aku isi sendiri dari air galon. Ada sisa 4 ribu untuk memesan kopi di malam hari. Kalau aku tidak ngopi, mungkin menu makanku lebih mewah. Aku ingat soto ayam + es teh itu seharga 10 ribu disini. Dan jangan heran, lifestyle makan 2 kali sehari memang sudah aku biasakan sejak berminggu-minggu lalu.
Bagaimana dengan keperluan lain? Jika dihitung, ada ekstra (30 * 10.000 + 5 * 20.000) = 400 ribu. Motorku perlu diisi Pertalite 20 ribu setiap 80 kilo, atau paling parah, memakan jatah 3 hari tiap minggu. Ada sisa 40 ribu + 20 ribu bonus. Bonus itu bisa aku buat amunisi snack, atau beli buku baru. jadi sisa 40 bisa aku pakai untuk iuran atau kebutuhan lain.
Sisa 10 hari di bulan Maret ini akan aku jadikan latihan, dan protokol itu akan efektif mulai April mendatang.
Automasi #2: Jadwal Tidur
Sungguh, mengakali keterbatasan fisik untuk mengurangi jam tidur itu sulit, namun masih sangat mungkin. Hanya perlu pembiasaan yang teratur dan matang.
Dari beberapa sumber yang aku baca. Tidur manusia itu tidak didesain untuk langsung dilahap satu stop saat malam hari. Jam tidur yang paling efektif ialah membaginya dengan stop-stop kecil, seperti tidur siang. 2 jam tidur jam 1-3 siang dan 5 jam tidur 12-5 pagi adalah porsi yang sangat pas untuk mahasiswa dengan jadwal sibuk.
Tapi percayalah, itupun masih kurang untukku. Aku mengakalinya dengan segala cara, dan aku tahu pola terbaik untukku:
Pertama, aku sering tidak sempat tidur siang, jadi aku menggantinya dengan tidur selepas subuh, dan selepas magrib. Tepatnya setelah sholat berjamaah, dzikir dan tahlil dilakukan dipondok setiap hari selama minimal setengah jam, aku bisa manfaatkan itu, lagipula aku dulu dipondok juga sering demikian. Lalu, malamnya aku bisa tidur biasa, jam 11-4 pagi (5 jam), atau jika aku begadang, 4 jam tidur bisa aku kantongkan untuk siangnya. Tidak mudah awalnya, namun tubuh kita mempunyai sistem adaptasi yang luar biasa.
Dan mengapa malam begadang? Karena itu jam terbaik untuk fokus. Tidak ada kesibukan lain yang bisa mengganggu ketenangan ku dimalam hari.
Automasi #3: Manajemen Waktu
Hmm. Ini yang paling susah. Jadwalku tak ada yang menentu selama pagi hingga sore hari.
Beberapa waktu aku mengerjakan tugas kuliah (tidak mengganggu sih kalo ini, kebanyakan selesai dalam 30 menit), terkadang bantu temen ngoding, terkadang ngerjakan sesuatu di lab, terkadang kalau lebih tenang, menyicil projek ataupun menghabiskan buku.
Namun yang jelas, beberapa minggu terakhir aku mencoba untuk tidak multitask. Chat auto off jika aku mengerjakan sesuatu. Namun terlalu fokus juga tidak baik, maka dari itu aku pula mencoba metode Pomorodo: 5 menit break setiap setengah jam. Aku tidak menyalakan timer, namun aku akan tahu sendiri saat ide mentok atau aku sedang berputar-putar tidak jelas. Itu waktu singkat namun berharga.
Aku tahu, sebenarnya banyak dari kalian ingin sekali meminjam waktuku untuk membantu mengerjakan tugas, atau belajar yang lain. Namun aku mengamati pola yang mengganjal: Kebanyakan mereka request saat detik deadline singkat sudah dimulai. Pernah suatu kejadian aku diperebutkan di tiga warkop berbeda di waktu yang sama. Mungkin mereka bisa mengganggapku orang PHP – banyak sekali jadwal janjian yang gagal, kadang pula buatku kesal juga. Tapi buat apa? Toh aku sekarang memperketat jadwal begadangku, namun nihil pula yang ngajak begadang pula. Hmm.
Dan, banyak pula sebenarnya yang mengambil jalan tengah – minta bantuan online – Via WhatsApp. Untuk menjelaskan singkat, boleh-boleh saja. Tapi kebanyakan juga yang error, atau minta jalan pada coding yang setengah jadi, itu yang sangat parah. Dulu aku bisa meladeni mereka, sekarang tidak, karena kau tahu, bertemu langsung itu 10 kali lebih menghemat waktu daripada via online. Btw, kalau mereka tak respect waktuku, kenapa aku masih meladeni mereka?
Lagipula, kau bisa menebakku dimana aku standby mengerjakan tugas – Siang antara aku di Lab, atau warkop Suka-suka. Kalau malam, diantara aku di warkop DNA atau Wisti. Nyaris aku tidak mengerjakan ditempat lain, seperti pondok atau kos, jika tidak ada yang mengajak. Chat dimana aku sekarang, pasti aku kasih kau tempatku dimana, dan pintuku pasti terbuka lebar.
Automasi #4: Dimana Mimpiku akan Berpijak?
Saat aku mendaftarkan diriku masuk ke universitas ini, aku sudah bulat tidak sedang mengejar nilai atau unsur akademik – Kalau aku demikian pastilah aku sudah mendaftar jalur mandiri ITS atau univ unggulan lainnya sejak dua tahun yang lalu.
Selain mengulur waktu, aku disini untuk mencari relasi sebanyak-banyaknya. Memperkaya CV juga salah satunya, maka dari itu berbagai event aku ikutkan, jadi pengurus UKM? jadi Warga Lab? Ok ok saja. Aku juga mengusahakan untuk mendaftar beasiswa dan berbagai workshop/pelatihan kedepannya.
Oh, dan jangan lupa kenapa aku sangat ingin sekali melanjutkan studi lanjut keluar negeri, karena itu adalah gerbang untuk mempunyai relasi ke manca negara. Akademik adalah jalur masuk akal yang bisa aku pikirkan sekarang, namun bukan tujuan utama. Relasi bisnis itulah yang sangat aku incar, sebagai tantangan terbesar untuk seorang wirausaha/entrepreneur. Jadi investasi melewati jalur akademik pun, tidak ada salahnya bukan?
Dan hei! Kenapa aku bisa sampai memikirkan masalah dari segi bisnis? Itu karena akupun sudah mencicipi dunia bisnis digital sejak lama. Sudah lama sejak itu tekadku bulat, aku tak akan mencari pekerjaan tetap atau jadi pegawai, meski di rekrut oleh Google sekalipun. Aku lebih memilih mempunyai bisnis jual beli sendiri, atau menurut Tony Robbins, an automated money vending machine (mesin penghasil uang otomatis).
Sudah 3 tahun lebih, aku mendaftar sebagai publisher aset digital di Unity Asset Store. Dan Alhamdulilah, sampai kini omset minimal beberapa juta cair setiap bulannya. Apa yang harus lakukan? Aku hanya perlu menjaga aset-aset itu untuk tetap berfungsi dari waktu ke waktu, maintenance release, kadang pula memenuhi permintaan konsumer. Itu lah mesin uang yang Tony Robbins maksudkan, mampu mencetak uang bahkan disaat ku tertidur lelap – Salah satu pilar terpenting untuk mencapai Financial Freedom.
Meski demikian, aku tak akan terlena. Ingin sekali aku membangun mesin kedua, mengelolanya secara mandiri, dan menghadiahkan 100% mesin pertama pada orang tuaku sehingga mimpi mereka lebih cepat terwujud. Maka dari itu, salah satu upayaku, ialah meminimalisir pengeluaran, dan mencari celah untuk mesin kedua. Target ku di penghujung tahun ini, ialah bagaimana aku harus lepas dari meminta transfer dari orang tua, for once and for all.
Addendum: Automasikan Dirimu!
Tidak ada yang sulit didunia ini, justru yang sulit ialah mengubah pikiran kita yang serba sulit.
Yang aku pesan dari kalian semua ialah, jangan pernah terlena membiarkan waktu terkuras, sementara anda sendiri belum berkontribusi pada orang tua, pada orang lain, pada negeri ini. Jika kamu masih merasa tidak punya bakat apapun untuk memulai petualangan ekstrim-mu sendiri, cobalah reka ulang masa lalumu, dan utarakan, mimpimu tuk kedepan. Jalan hidup seperti itu akan pahit, pada awalnya. Namun orang-orang yang beruntung, pasti melihat itu sebagai tantangan, bukan sebagai rintangan.
Saat kau memulai tuk meniti tapak kesukseskan, kau akan bergerak sangat lambat, namun semakin lama, akan semakin terbiasa, semakin efisien. Kau akan tahu sendiri apa kelebihan dan kekuranganmu. Selalu eksplorasi kelebihanmu, dan ekspoitasi kekuranganmu. Dan jangan lupa pesanku terakhir: berdoalah.
Takeaway:
- Cobalah berhemat seperti metode diatas jika anda mempunyai masalah dengan pengeluaran
- Usahakan untuk membagi waktu tidur agar lebih efisien
- Pintar-pintarlah membagi waktu untuk orang lain