Menanggapi COVID-19
3 minggu Indonesia dalam situasi gawat COVID. Melihat situasi ini, aku jadi berpikiran kalau itu perlu penanganan yang genting.
Dampak signifikan yang terjadi padaku ialah: Kuliah ditiadakan dan lockdown secara bertahap oleh pemerintah. Yeah, aku tahu memang tidak semuanya diterapkan 100%; yang harusnya ditiadakan berubah jadi kuliah online, yang seharusnya lockdown belum dilaksanakan sepenuhnya (karena daerah bersangkutan belum “merah” atau pemerintahnya masih setengah2 halu memilih tindakan).
Melihat kondisi ini, apa yang harus aku lakukan? Well, aku sudah mengganggap ini hal yang genting. Tapi aku tidak pulang kampung. Banyak yang tanya kenapa aku nggak pulang kampung? Tapi yang jelas, di rumah aku tidak bisa ngapain2, karena kalau dirumah, aku tak bisa mengerjakan apapun (selalu diganggu saudara kecil). Jadi pelarianku biasanya ke warkop. Apa hari gini bisa ke warkop? Nggak kan.
Disini, di pondok, aku cukup betah. Berkah kalo bisa aku bilang. Meski akses keluarnya dibatasi. Bagiku tidak masalah, karena kantin masih jalan, WiFi listrik air masih jalan lancar juga. Makanan di koordinir, bergiliran masak (dan sekarang lebih efektif karena tidak ada yang makan keluar). Kalo mau ke toko ingin beli sudah ada koordinirnya juga. Jamaah apalagi, tentu masih jalan. Apa yang kurang? Mungkin aku bisa berencana untuk mudik mendekati lebaran, tapi keknya tidak mungkin apalagi kalau suatu saat status daerah merah semua….
Ganti topik ke masalah sebelah, yeah kuliah online. Entah, lama-lama topik itu menjadi-jadi. Mungkin oke beberapa dosen ada yang respect gak ngasih tugas berat. Tapi sampai kapan? Toh kuliah online tetep harus jalan mau tidak mau. Dan ini problemnya, dan aku sudah bulat bahwa selama wabah ini masih berlangsung, lebih baik aku vakum dari semua tugas dan kuliah online. Ini demi kesehatan mentalku, aku tidak mau dibebani tugas yang tidak penting dan tidak jelas. Meski konsenkuensinya ngulang setahun lagi tapi hey, ini pandemi global! Kenapa masih mikirin tugas kalau dunia dalam ambang kiamat!
Dan masalah UKT, buat kalian kalo masih mengomel kenapa gak ada cashback. Iklashin aja lah. Aku gak keberatan juga kalaupun kuliah libur sampai sampai 2 tahun (SARS 2003 kemarin selama itu btw). Ingat saja ini menyangkut perekonomian negara juga. Kalau UKT berhenti nanti dosen digaji pakai apa? Inget dah dosen itu pekerjaan tetap dan itu belum nanggungin kebutuhan keluarga mereka. Jadi iklashin aja anggap itu sedekah kalian biar ekonomi negara ini gak anjlok lebih parah lagi.
Oh ya, dan buat kalian yang gajinya hedon (lebih dari cukup buat jajan sendiri), please lah, suspend dulu itu tabungan impian, silahkan donasikan ke yang lebih membutuhkan: RSUD, Galangan Dana, Badan Zakat, atau apalah itu. Intinya meski kalian bukan dokter, gak bisa bantu di lapangan, minimal kasih suntikan buat ekonomi negara ini tetep jalan, agar dokter-dokter nggak kesulitan dana. Btw aku ngomong gini gak dengan omong kosong. Aku juga sudah donasi (gak perlu aku sebutin berapa, DM aja kalo gak percaya) dan akan lanjut demikian jika kondisi negara ini belum pulih juga.
Jadi selama vakum ini, apa yang aku lakukan? Kembali ke situasi dahulu kala saat aku vakum kuliah. Menghidupkan kembali project lama yang tertunda bertahun-tahun. Lagipula hey! dollar sedang naik drastis. Waktunya aku memancing kembali recehan dari paman Sam. Yah, memang termasuk beruntung sih industri gaming sekarang malah laris disituasi wabah gini (maka dari itu vakum kuliah masuk akal sekali bagiku).
Bagaimana dengan kalian? Yeah, aku lihat netizen makin aktif saja upload story belakangan ini. Baguslah daripada kalian keluyuran. Tapi dengan berat hati, itu juga menyeretku menjadi tak produktif. Hohohoho, jadi menanggapi wabah ini juga, aku uninstall banyak social media, terutama WhatsApp dan Instagram. Dont miss me! Aku masih bisa dijangkau dengan Telegram. Dan orang tuaku masih bisa komunikasi pakai telepon biasa. Kalian tahu, bagiku perubahan ini membuat jati diriku terasa kembali. Tenang, produktif, tanpa tanggung jawab yang mengekang.
Jika ada satu bait pesan untuk kalian menghadapi wabah ini, ialah selalu positive thinking. Kalian tahu dampak positif dari wabah ini, polusi berkurang dan semacamnya. Kalian harus percaya lebih pada itu, jangan sering-sering melirik ke berita negatif, karena itu membuatmu khawatir yang berlebihan. Jika kalian penasaran, kalian bisa lepas dari handphone, berhenti sejenak dari hingar bingar sosial media minimal 24 jam, kalian akan tahu betapa tidak pentingnya berita-berita itu.
Karena yang yang terpenting itu, adalah dirimu. Saat aku vakum dulu, aku bukan siapa-siapa, dan tidak ada siapa-siapa mencari. Dan sekarang, terulang lagi. Kita semua punya banyak waktu luang sekarang. Okelah kita rebahan sejenak. Tapi mau sampai kapan? Akankah waktu luang yang bisa sampai berbulan-bulan ini kau buang sia-sia?
When there’s no one left to care, what will you do?
Kau punya banyak waktu untuk mencari lebih dalam, tentang siapa dirimu: Seniman? Perancang? Aktor? Kau tidak akan pernah menyukai apapun sebelum menyelam lebih dalam.
Manfaatkan situasi seperti ini. Think positive and stay safe.